Virtual
Reality Oculus Rift
SAN JOSE, KOMPAS.com -
Rift dari Oculus adalah headset virtual reality (VR) yang cukup menjanjikan.
Perangkat yang dikenakan di kepala ini menyajikan lingkungan tiga dimensi dalam
game yang sangat nyata, hingga membuat penggunanya merasa seperti benar-benar
"terjun" ke dunia maya.
Oculus telah mulai
mengirimkan versi developer kit dari Rift untuk keperluan pengembangan aplikasi
yang mendukung teknologi VR tersebut, tapi CEO Oculus Brendan Iribe
mengingatkan bahwa pihaknya masih memiliki banyak pekerjaan rumah sebelum
perangkat itu bisa dinikmati konsumen umum. Satu yang menjadi perhatiannya
adalah kebutuhan sistem yang tinggi untuk menjalankan game lewat Rift.
"Rendering grafis
untuk Rift sangat berat untuk GPU (graphics processing unit) komputer, karena gambar
harus diproses dua kali, masing-masing untuk mata kanan dan kiri," ujarnya
dalam keynote di acara AMD Developer Summit 2013, San Jose, Amerika Serikat,
Rabu (13/11/2013) waktu setempat.
Oculus Rift memang
memanfaatkan dua tampilan yang diproyeksikan ke mata pengguna. Keduanya
kemudian digabungkan secara otomatis oleh otak sehingga menghasilkan sensasi
tiga dimensi, seolah-olah dunia dan obyek-obyek dalam game sungguh ada di
hadapan siapapun yang memakai headset VR itu.
Seperti diterangkan oleh
Iribe, kendala muncul karena rendering dua tampilan grafis yang berbeda
memerlukan daya komputasi lebih tinggi dibandingkan pemrosesan pada satu layar
saja. Beban ini meningkat seiring semakin tingginya resolusi grafis.
Occulus Rift versi
developer kit memiliki resolusi "HD" sebesar 1280 x 800 atau 640 x
800 per mata. Nantinya, di versi final, resolusi tersebut bakal ditingkatkan
menjadi 1920 x 1080 yang berarti menambah beban. "Setelah itu mungkin kami
akan meningkatkan resolusi menjadi 4K (3840 x 2160) atau lebih… Anda bisa
bayangkan GPU macam apa yang diperlukan seiring berlanjutnya tren ini,"
lanjut Iribe.
Itu pula sebabnya
pencipta Oculus Rift Palmer Lucky mengatakan bahwa Xbox One dan PS4 tak akan
mampu menjalankan game virtual reality melalui headset ini. Meski masih sangat
baru, kedua konsol game tersebut sudah divonis tak memiliki "tenaga"
yang cukup mumpuni untuk menangani tampilan VR ala Rift.
Grafis yang disajikan
Oculus Rift ke masing-masing mata mesti berjalan pada frame rate setidaknya 60
fps untuk mencegah stutttering atau tampilan tersendat-sendat. Di samping resolusi,
kendala lain yang menyangkut daya olah grafis adalah pemrosesan tambahan yang
perlu agar tampilan virtual reality bisa tampil optimal. "Perlu ada super
sampling, MSAA (multisample anti-aliasing) untuk menghilangkan gerigi
(jagginess) pada tampilan grafis. Belum lagi segala macam program shader untuk
mengoreksi efek distorsi optis, seperti chromatic aberration," jelas
Iribe.
Diakui oleh Iribe,
Oculus sendiri masih harus meningkatkan kualitas headset VR miliknya. Saat ini
masih terdapat jeda signifikan antara gerakan kepala pengguna hingga update
tampilan grafis di headset. Jeda selama 60 milidetik ini berakibat pada
timbulnya "ghosting" (buram karena gerakan). "Kami menargetkan
angka ideal 15 milidetik untuk mengatasi persoalan tersebut," kata Iribe
lagi.
Ada pula persoalan
"VR sickness" alias rasa mual seperti mabuk laut yang dialami
pengguna ketika menjelajahi dunia maya lewat Oculus Rift. Hal ini dialami
sendiri oleh Kompas Tekno ketika menjajal Rift.
Kendati demikian, Iribe
terkesan tetap optimis. Dia mengatakan bahwa semua masalah pada akhirnya akan
teratasi sehingga pengguna bisa menikmati tampilan virtual reality yang mulus
dan nyaman. "Hari ini baru permulaan… memang belum sampai di tujuan, tapi
kami mendekat dengan cepat."
Oculus Rift
diperkirakan sudah bakal tersedia menjelang akhir 2014. Iribe berjanji bakal
menyediakan versi Rift yang bisa dipakai orang berkacamata. "Itu salah
satu prioritas kami," katanya.
Konsep headset VR
sebenarnya sama sekali bukan barang baru. Di industri game, alat ini sudah
banyak mengemuka sejak medio 90-an. Perangkat-perangkat semacam Nintendo
Virtual Boy, Virtual I-O iGlasses, dan VFX-1 mencoba membawa virtual reality ke
konsumen, tapi semuanya gagal karena berbagai macam kendala, termasuk soal
harga yang bisa mencapai ribuan dollar AS.
Kini, VR tampak
menjanjikan karena didukung dengan teknologi komputer, game, dan olah grafis
yang sudah lebih matang. Ditambah lagi harga yang lebih terjangkau, dengan
target sekitar 300 dollar AS. Mampukah Oculus Rift tampil membawa perubahan?
Kesimpulan
:
Virtual Reality adalah
pemunculan gambar-gambar tiga dimensi yang di bangkitkan komputer, yang
terlihat nyata dengan bantuan sejumlah peralatan tertentu. Ciri terpenting nya
adalah dengan menggunakan perangkat yang dirancang untuk tujuan tertentu,
teknologi ini mampu menjadikan orang yang merasakan dunia maya tersebut
terkecoh dan yakin bahwa yang dialaminya adalah nyata.Tapi, menurut yang saya baca
dari beberapa blog atau artikel yang ada. Menurut saya VR(Virtual Reality) pada
teknologi game ini seperti memayakan dunia nyata dan membuatnya di dalam bentuk
3 Dimensi serta dibuat seolah-olah dalam game itu kita seperti melakukan
aktivitas yang ada seperti di dunia nyata.Apa saja game-game yang menggunakan
VR ini, bisa kita lihat di dalam game SIMS, Idol Street(Online), Audition, dll.
Di mana pemain melakukan aksi seperti melakukan kehidupan di dunia nyata
sehari-hari. seperti ber interaksi dan bersosialisasi dengan orang sekitar
walau hanya dalam bentuk 3 Dimensi.
Sumber : Tekno Kompas.
0 komentar