UU NO. 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI
By Victorious - April 05, 2017
UU
TELEKOMUNIKASI
UU
No. 36 Tahun 1999 Telekomunikasi
Telekomunikasi terdiri
dari dua kata. “Tele” dan “komunikasi”. “Tele” berarti jauh dan “komunikasi”
berarti berhubungan atau saling tukar informasi antar dua pihak. Jadi
telekomunikasi bisa diartikan pertukaran informasi antar dua pihak, pihak
pengirim dan pihak penerima, dimana terdapat jarak di antara keduanya [1].
Telekomunikasi menurut UU
BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1 yang terkandung dalam UU. no 36 tahun 1999 yang
berbunyi "Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau
penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan,
gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
elektromagnetik Lainnya." [2].
Adapun tujuan dari
pembuatan UU No. 36 Tahun 1999 mengenai telekomunikasi ini agar setiap
penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa telekomunikasi di Indonesia dapat
mengerti dan memahami semua hal yang berhubungan dengan telekomunikasi dalam
bidang teknologi informasi dari mulai azas dan tujuan telekomunikasi,
penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan
pidana [3].
Pada UU No. 36 Tahun 1999
Pasal 2 menjelaskan tentang asas dan tujuan telekomunikasi, yang berbunyi “Telekomunikasi
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, kemitraan, ETIKA, dan kepercayaan pada
diri sendiri.” [2]. Salah satu kata yang disinggung pada kutipan UU
No. 36 Tahun 1999 Pasal 2 tersebut mengenai etika. Etika adalah suatu sikap dan
perilaku yang menunjukkan kesediaan dan kesanggupan seseorang secara sadar
untuk mentatati ketentuan dan norma kehidupan yang berlaku dalam suatu kelompok
masyarakat atau suatu organisasi.
Contoh
Kasus UU No. 36 Tahun 1999 Pasal 2 [4] :
Adapun contoh kasus yang
melanggar UU No. 36 Tahun 1999 Pasal 2 yaitu, sebuah peretasan kartu kredit dan
kartu debit yang menggunakan virus untuk mengambil data pada sistem komputer
merchant yang menggunakan mesin EDC (Electronic Data Chapter). Data yang telah
dicuri itu kemudian diperjualbelikan di situs-situs intenet.
"Setelah dicuri,
data-data itu kemudian dijual di forum khusus yang harus menjadi member dulu
kalau mau beli di situ." kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda
Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hery Santoso kepada wartawan di Mapolda Metro
Jaya, Jakarta, Kamis (30/5/2013).
Forum jual beli data
kartu kredit secara ilegal itu yakni www.topdumpspro.com, www.icq.com dan
www.dumps777.com. Data kartu kredit yang ada di ketiga situs tersebut merupakan
hasil curian yang dilakukan cracker yang berada di luar negeri.
"Virus ini menyerang
sistem komputer toko yang bersifat keylogger untuk mencuri data." kata
dia.
Dari hasil penelusuran
tim cyber, pencurian itu dilakukan di Stuttgart, Jerman; Perancis; Shanxi,
China; Pittsford, USA.
"Satu data kartu
kredit ini dijual seharga US$ 20-50." kata dia.
Sementara itu, Max
Charles Taluo dari Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) mengatakan, sudah ada
12 bank besar di Indonesia yang data-datanya dicuri oleh cracker yang berada di
luar negri itu.
"Pelaku menggunakan
data-data nasabah yang ada di bank di Indonesia untuk transaksi retail di luar
negeri" kata Max.
Nah, di Indonesia, data
yang berhasil dicuri adalah data-data kartu kredit dan debit yang pernah
bertransaksi di 7 merchant Bodyshop di Jakarta. Data-data tersebut kemudian
dibeli oleh tersangka KN setelah mengakses situs jual-beli kartu kredit ilegal.
"Tersangka KN dan FA
menjual data ke tersangka SA dengan total harga Rp 6 juta." kata Kasubdit
Sumdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Nazli Harahap.
Tersangka FA juga memberi
kartu kosong yang dapat diisi data sewaktu-waktu, kepada tersangka SA seharga
Rp 1 juta. Tersangka SA sendiri menggunakan data kartu debit dan kredit untuk
dibelanjakan. Jakarta, 5 Mei 2015.
Analisis
Kasus :
Berdasarkan kasus
tersebut dan UU No. 36 Tahun 1999 Pasal 2 yang dilanggar telah dikutip kata “Etika”,
etika tersebut umumnya telah dilanggar pelaku yang sebagai pengguna internet
dan seorang programmer. Seorang pengguna internet tidak mempergunakan,
mempublikasikan dan atau saling bertukar materi dan informasi yang memiliki
korelasi terhadap kegiatan pirating, hacking dan cracking. Lalu, seorang
programmer tidak boleh membuat atau mendistribusikan Malware[5].
Kode etik pada kutipan
etika di dalam UU No. 36 Tahun 1999 Pasal 2 tersebut dilanggar, karena pada
kasus cyber crime pelaku yang pengguna internet melakukan kegiatan ilegal
berupa cracking pada kartu kredit / debit dan mejualnya secara ilegal. Juga telah
membuat atau mendistribusikan sebuah Malware berupa virus yang membuat
keylogging, yang fungsinya mengambil data-data pribadi pemegang kartu kredit /
debit untuk kemudian dimanipulasi kartu kredit tersebut dan menimbulkan
kerugian.
Pendapat
:
Kejahatan yang
menyalahgunakan telekomunikasi umumnya terjadi karena seseorang yang berprofesi
dalam bidang IT umumnya tidak didasari oleh etika di dalam bidangnya. Maka,
sebelum melakukan terjun menjadi seorang yang profesional dalam profesi bidang
IT tersebut, adakalanya mereka mendapatkan bimbingan dan pengarahan terkait
etika dan profesi di dalam bidangnya masing-masing sebelum akhirnya mereka
terjun menjadi seorang yang profesional. Atau bisa mempelajari UU No. 36 Tahun
1999 Telekomunikasi.
Sumber:
[3] Stefanus Samuel
[4] Detikom
[5] Rahmat Hidayat
0 komentar